Orang yang Diuji dengan Penyakit adalah Hamba Pilihan?

Jadi begini sahabat, saya mau cerita sedikit boleh ya? Dulu ada seorang yang namanya Imran bin Hushain.

Dia adalah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.

Dia tidak hanya dikenal karena keilmuannya, tetapi juga karena kesabarannya yang luar biasa.

Namanya Imran bin Hushain atau bisa dipanggil Abu Nujaid. Dia memeluk Islam di tengah gemuruhnya Perang Khaibar, pada tahun 7 Hijriah.

Dia kemudian menjadi salah satu ulama terkemuka di kalangan sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.

Imran bin Hushain mengalami ujian penyakit berkepanjangan. Beliau menjalani hidupnya dengan luka yang tak kunjung sembuh.

Derita itu dialaminya selama 30 tahun, Namun Imran tetap tabah dan tawakal kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Kesabaran dan keimanan Imran bin Hushain ini kemudian menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang.

Mengapa Imran bin Hushain bisa sedemikan tabah? Itu karena beliau tahu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam pernah menyampaikan bahwa penyakit adalah salah satu cara Allah menghapus dosa seorang Muslim.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus-menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Hadist tadi lah yang membuat Imran bin Hushain memiliki keyakinan bahwa sakit tidak hanya menjadi penyucian dosa, tetapi juga sumber pahala yang besar bagi mereka yang bersabar.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Sungguh semua urusannya merupakan kebaikan, tidak terjadi kecuali bagi orang Mukmin.

Jika mendapat kegembiraan, dia bersyukur dan itu menjadi kebaikan baginya. Bila mendapat kesusahan, dia bersabar dan ini adalah kebaikan baginya.” (HR Muslim)

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para Rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS al-An’am ayat 42)

Baca Juga: Jarang Diketahui, Mood Booster yang Murah Ada di Pasar

Makna Kisah Kesabaran Imran bin Hushain

Dari kisah kesabaran Imran bin Hushain ini, kita dapat merangkai beberapa hikmah yang membimbing perjalanan hidup kita:

Pertama, Ujian adalah Bentuk Pengampunan Dosa:
​Kesabaran Imran bin Husain dalam menghadapi penyakitnya dianggap sebagai bentuk ujian dan pengampunan dosa. Dalam Islam, penyakit dan penderitaan di dunia dapat menjadi sarana pembersihan dosa-dosa seseorang jika dia bersabar dan meridhainya sebagai takdir dari Allah.

Kedua, Adanya Pahala untuk Setiap Kesabaran:
​Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam telah mengajarkan bahwa pahala bagi orang yang sabar dalam menghadapi ujian penyakit sangat besar. Kesabaran Imran bin Husain selama 30 tahun dianggap sebagai amalan yang luar biasa di sisi Allah, dan dia diyakini mendapatkan pahala yang melimpah.

Ketiga, Perlunya Penguatan Iman dan Tawakal:
​Melalui kisah Imran bin Husain, kita dapat memahami bahwa ujian penyakit dapat menjadi sarana untuk memperkuat iman dan tawakal seseorang kepada Allah. Kesabarannya menggambarkan kekuatan iman yang luar biasa.

Keempat, Imran bin Hushain adalah Teladan Kesabaran bagi Umat:
​Kisah Imran bin Hushain menjadi teladan bagi umat Islam untuk tetap sabar dalam menghadapi ujian hidup, terutama penyakit.

Menunjukkan bahwa kesabaran adalah kunci untuk melewati masa-masa sulit dengan penuh keimanan, meskipun dihadapkan pada ujian penyakit yang berkepanjangan.

Setiap Penyakit Ada Obatnya

Selain bersabar kita pun harus berikhtiar menuju tawakal ya! Jadi ada kutipan hadits, kalau saja kita memahami dan mengimani tentu akan menjadi optimis, berikut beberapa haditsnya:

“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (H.R. Bukhari).

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk suatu penyakit, akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah ‘azza wajalla.” (HR Muslim).

Dengan demikian, kedua hadits ini memberikan dorongan untuk mencari pengobatan dan solusi dalam ilmu kedokteran, sambil tetap bergantung pada Allah sebagai sumber kesembuhan tertinggi.

Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan bahwa kesembuhan tergantung pada izin Allah. Beberapa obat mungkin tidak berhasil karena penggunaannya melebihi batas dosis atau keefektifannya, atau mungkin menyebabkan penyakit lain.

Hal ini mengingatkan kita bahwa kesembuhan sepenuhnya atas kehendak Allah, dan pengobatan tidak bertentangan dengan tawakal kepada Allah.

Kesembuhan Penyakit Mutlak dari Allah

Kita harus mencari pengobatan dengan keyakinan bahwa kesembuhan adalah kehendak Allah. Sementara obat hanya menjadi sebab atau sarana untuk mencapainya.

Ibnul Qayyim menegaskan bahwa berobat sejalan dengan prinsip tawakal. Sebagaimana kita menolak rasa lapar dan dahaga dengan mencari makanan dan minuman, berobat adalah bagian dari usaha manusia dalam menjaga kesehatan.

Penting untuk diingat bahwa hadits ini tidak menolak konsep tawakal (bergantung sepenuhnya pada Allah). Meskipun kita mencari pengobatan dan mengandalkan pengetahuan medis, keberhasilan pengobatan tetap pada kehendak Allah.

Tawakal dan upaya manusia dalam mencari pengobatan tidak saling bertentangan, melainkan merupakan bentuk ketaatan dan usaha yang diizinkan oleh Allah.

Sebagai tambahan, kedua hadits ini menunjukkan legitimasi pengobatan, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam memberitahu kita bahwa Allah yang menciptakan penyakit juga menciptakan obatnya.

Makna hadits tersebut merupakan penguatan untuk mental yang sedang berjuang melawan penyakit, dan mendorong untuk tidak putus asa, karena harapan dan semangat adalah kunci untuk kesembuhan, dengan izin Allah.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top