Teman-teman tau kan kalo di dalam Al-Qur’an terdapat dua kategori makanan yang layak dimakan? Ada makanan halal dan makanan thayyib. Halal merupakan sesuatu yang diperbolehkan dalam agama Islam menurut syara’. Sedangkan thayyib makanan yang sehat, proporsional (tidak berlebihan), aman dimakan dan tentu saja halal.
Seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah setan.” (Al-Baqarah: 168).
Jadi kalau halal udah jelas kan ya? Nah, sekarang giliran bahas yang Thoyib. Makanan thayyib misalnya bahan halal yang alami masih fresh. Contohnya deh, santan. Kalo santannya diambil dari kelapa lalu diperas nah itu thayyib.
Kalo santennya udah dipanaskan di suhu tinggi dalam jangka waktu lama bisa jadi ga thayyib lagi, terutama buat orang-orang tertentu.
Jadi kalau mau mendapatkan kebaikan santan, misalnya gini santan yang gak dipanaskan, 30 ml aja gausah banyak-banyak dikasih garam atau madu dikit, diminum. Insya Allah baik buat jantung.
Baca Juga: Manfaat Menyiram Tanaman di Bulan Sya’ban
Pengaruh Makanan Haram dalam Tubuh Manusia
Kembali ke makanan haram, yang berpengaruh banget ke kehidupan kita, bukan cuma ke kesehatan, tapi juga ke amal kita. Misalnya ada hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (thayyib), tidak menerima kecuali yang baik (thayyib). Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kaum mukminin seperti apa yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman,
‘Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih.’ (QS. Al-Mu’minun: 51). Dan Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.’ (QS. Al-Baqarah: 172).
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata,
‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim no 1015)
Jadi kalau doa kita lama terkabul, apa yang pertama kali kita harus evaluasi? Coba cek lagi makanan yang kita makan. Dari mana asalnya?
Bagaimana kita mendapatkannya? Adakah hal yang abu-abu selama kita berusaha mendapatkannya? Bisa jadi, ketika kita menghadapi kesulitan hidup dan di satu sisi berdoa, tapi lama dikabulkan masalahnya dari makanan.
Rejeki dan makanan yang halal thayyib itu akan membuat kita terpacu melakuan amal sholeh juga. Ini akan menjadi penyemangat kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang lainnya. Buktinya ada di firman Allah Ta’ala,
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minun: 51).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala pada ayat ini memerintahkan para Rasul ‘Alaihimush Sholaatu Was Sallam untuk memakan makanan yang halal dan beramal sholeh.
Penyandingan dua perintah ini adalah isyarat bahwa makanan halal adalah pembangkit amal shaleh. Oleh karena itu, para Nabi benar-benar memperhatikan bagaimana memperoleh yang halal.
Para Nabi mencontohkan pada kita kebaikan dengan perkataan, amalan, teladan dan nasehat. Semoga Allah memberi pada mereka balasan karena telah member contoh yang baik pada para hamba.”
Jadi dari sini kita bisa mulai diagnosa nih. Misalnya selain masalah sama doa, kalau kita jadi males banget ibadah, makanan juga yang mulai harus dievaluasi.
Caranya sama semisal yang tadi. Mulai dievaluasi lagi, dari mana kita dapat? Bagaimana kita dapat? Apa isi makanan yang kita makan?
Semoga ulasan yang singkat ini bisa bermanfaat buat teman-teman.