Di kesempatan kali ini saya mau memulai tulisan dengan sedikit bercerita. Jadi begini, Imam Fakhruddin ar-Razi menulis kitab Tafsir.
Saat menafsirkan surar Al-Fathihah mengenai kalimat Bismillah, beliau menceritakan kisah Nabi Musa Alaihissallam.
Jadi suatu waktu nabi Musa Alaihissallam merasakan sakit perut. Beliau mengadu kepada Allah yang kemudian menyuruhnya mengambil sejenis daun di padang pasir. Nabi Musa Alaihissallam mengunyahnya dan sembuh dengan ijin Allah Ta’ala.
Kemudian Nabi Musa mengalami masalah lagi dengan perutnya, maka beliau Alaihissallam langsung mengambil dan mengunyah kembali dedauan itu, namun sakitnya malah bertambah nyeri.
Beliau lalu mengadu: “Ya Rabb, waktu pertama kali aku makan, aku langsung sembuh. Tapi kali kedua bukan hanya tidak sembuh tapi sakitnya malah bertambah parah?”
Allah lalu menjawab: “Pertama kali kamu datang mengadu kepada-Ku memohon kesembuhan.
Tapi pada waktu kedua kalinya, kamu langsung saja mengunyahnya tanpa meminta petunjuk dan ijin dari-Ku. Tidakkah kamu tahu bahwa dunia ini semuanya adalah racun dan penawarnya hanyalah dengan menyebut nama-Ku?”
Dalam surat Asy-Syua’ara ayat 80 Allah berfirman,
وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
“Dan apabila aku sakit. Dialah (Allah) yang menyembuhkanku.”
Ayat ini merupakan bagian dari doa Nabi Ibrahim Alaihissallam kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala Hikmah dari ayat ini sangatlah dalam.
Allah Maha Kuasa atas Segala Sesuatu
Pertama, ayat ini menunjukkan bahwa hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang memiliki kuasa untuk memberikan kesembuhan.
Meski kita mungkin mencari pengobatan melalui berbagai cara, namun pada akhirnya, kesembuhan itu hanya datang dari sisi-Nya.
Ini mengajarkan kita untuk selalu meminta kepada-Nya dalam setiap keadaan, dan tidak pernah merasa putus asa atau bergantung sepenuhnya pada cara-cara duniawi.
Kedua, ayat ini juga mengingatkan kita tentang sifat-sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yaitu Asy- Syaafi (Pemberi Kesembuhan). Oleh karena itu, dalam kesusahan dan masa sakit, kita harus selalu berdoa dan meminta kepada-Nya.
Ketiga, ayat ini membantu kita mengenali pentingnya kesadaran dan ketergantungan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam setiap kondisi hidup.
Bahwa segala sesuatu terjadi atas izin-Nya dan kita harus selalu berdoa dan meminta pertolongan dari-Nya.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa ketika Nabi Ibrahim Alaihissallam sakit, adalah Allah yang memberikan kesembuhan kepadanya.
Ini adalah pengakuan dan kesadaran Nabi Ibrahim Alaihissallam bahwa segala sesuatu, termasuk kesembuhan, berasal dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sang Penyembuh sangat berkaitan dengan keyakinan bahwa setiap penyakit dan penderitaan yang menimpa manusia, termasuk penyakit fisik, penyakit batin sampai penyakit yang berkaitan kesehatan mental itu semua hanyalah cobaan dan ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dan selalu kita ingat bahwa Allah menciptakan penyakit, namun Dia juga menciptakan obatnya. Allah adalah Sang Pemberi penyakit dan Dia juga Sang Penyembuh.
Dalil tentang hal ini bisa kita temukan dalam Al-Qur’an di Surat Al-An’am ayat 17 “Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepada kamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Baca Juga: Benarkah Habbatussauda Obat Segala Penyakit?
Kunci Kesembuhan yaitu Percaya pada Allah
Al-Qur’an mengajarkan bahwa kesembuhan penyakit ada berhubungan sangat erat dengan kepercayaan yang kuat kepada kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka hal ini berhubungan langsung dengan akidah dan sikap tawakal seorang hamba.
Maka dengan firman Allah “Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS. Asy-Syu’ara: 80)
Mengingat Allah Itu Paling Utama
Pesan ini patut diperhatikan oleh setiap Muslim yang tengah mengalami sakit. Jadi kalau misalnya sakit, yang diingat pertama bukan dr. Zaidul Akbar.
Yang dihubungin, di DM pertama bukan dr. Zaidul Akbar. Karena kalau mau membuka pintu gerbang kesembuhan, kuncinya adalah DM dulu Allah.
Gimana cara men-DM Allah di langit? Misalnya dengan shalat Tahajud. Karena di waktu itu pesan dan keluhan yang mau kita sampaikan bisa terkirim langsung, tanpa banyak penghalang.
Rayu juga Allah dengan sedekah. Dari Abdullah bin Mas’ud dan Ubadah bin Shamit Radhiyallahu Anhuma, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Obatilah orang-orang sakit kalian dengan bersedekah.” (Dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ dan Shahih At-Targhib)
Nah, setelah mengadu kepada Allah, meminta kunci gerbang kesembuhan kepada-Nya, baru kemudian berikhtiar dengan sesuai petunjuk yang benar.
Misalnya apa?
Dalam suatu riwayat disebutkan :
إِنَّ اللهَ لَمْ يَنْزِلْ دَاءً إِلاَّ وَأَنْزَل لَهُشِفَاءً، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ و جَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ
“Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit, kecuali Allah juga menurunkan obatnya. Ada orang yang mengetahui ada pula yang tidak mengetahuinya.” (HR Ahmad dan yang lainnya, shahih)
Dalam hal ini orang yang mengetahui obat siapa?
Ya orang yang sudah mempelajari soal pengobatan. Misalnya untuk kesehatan jasmani dokter yang tahu, karena telah mempelajari ilmu tubuh, penyakit dan pengobatannya.
Untuk penyakit hati tempat bertanyanya pada siapa?
Ya pada ulama. Maka, kalau ada dokter yang mempelajari agama itu lebih bagus, karena apa? Artinya bisa memahami penyakit jasmani dan ruhani sekaligus.
Jadi sampai sini sudah tahu ya prosedur membuka kunci gerbang kesembuhan?
Allahumma Baarik 💙